Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ilmu, Simbol Kejayaan Umat

Ir H Misbahul Huda, MSc


Menjadi orang Indonesia merupakan karunia yang luar biasa. Di mana Allah memperlihatkan karunia berupa Sumber Daya Alam yang melimpah di negeri ini. Sumber daya alam Indonesia rata-rata 7 terbesar di dunia. Penghasil sawit terbesar dunia. Penghasil karet ranking dua terbesar dunia,. Emas, tembaga, nikel nomor lima dunia. Gas alam nomor tujuh dunia. Begitu juga Sumber Daya Manusia unggul dibanding yang lain. Umur produktif kita, 66%. Usia pelajar, remaja, 45,9 juta jiwa. Sepuluh kali penduduk Singapura. 

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi untuk tidak menjadi umat yang jaya. Di tamat Desember menyerupai ini, hampir semua perusahaan, atau bahkan negara melaksanakan evaluasi, kemudian proyeksi. Semua optimis, bahwa Indonesia menyerupai pesawat terbang yang mestinya empat mesin, tetapi sanggup terbang ke angkasa hanya dengan dua mesin, yakni konsumsi domestic dan investasi. Mesin ketiga dan keempat, yakni belanja pemerintah (infrastruktur), dan eksport macet, alasannya yaitu dikorupsi besar-besaran. Skala ekonomi kita juga luar biasa. Skala ekonomi Indonesia se ASEAN 51%, sisanya 49% dibagi 10 negara ASEAN. Pertumbuhan ekonomi kita juga 6,3%, dan tahun depan diprediksi sanggup mencapai 6,8%. Ini termasuk 3 besar, sesudah China dan India. Bahkan, semua berharap, bahwa Indonesia akan menjadi negara maju dalam waktu yang tidak lama, kira-kira 10 hingga 15 tahun ke depan. 

Nah, dengan adanya kondisi menyerupai itu, maka terbukalah peluang bisnis 4 juta. Sehingga akan diharapkan 4 juta Direktur, 4 juta manajer, 4 juta pimpinan atau lebih untuk mengelola bisnis. Pertanyaannya, umat Islam Indonesia, akan menjadi pemain, atau penonton? Mestinya umat Islam yang mengerti konsep ajarannya, beliau akan berperan menjadi pemain. Karena individu muslim setiap hari sebanyak lima kali diundang (lafadz adzan) hayya alash shalaah (mari kita melaksanakan shalat), sama banyak dan kerasnya dengan hayya alal falaah (mari kita mencari keuntungan), berdasarkan pemahaman saya sama pentingnya. Sehingga artinya mari kita shalat untuk berjaya menghadap Allah untuk hari akhir, ayo kita mencapai sukses untuk bermuamalah, penguasaan dunia ini. Penguasaan dunia yang kuncinnya pendidikan, perdagangan dan persatuan. 

Kenapa harus perdagangan? Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bagaimana berjual beli dengan aneka macam redaksinya. Misalnya : sesudah shalat Jum’at disuruh untuk bertebaran untuk berjual beli. (QS Al Jumuah : 10). Yang maknanya : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kau di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kau beruntung. 

Rasulullah SAW bersabda bahwa sembilan dari pintu rizqi yaitu perdagangan. Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil yaitu pedangang yang sukses dan kaya raya. Empat khulafaaur rosyidiin yaitu semua pedagang yang sukses. Sepuluh shahabat yang dijamin masuk surga, sebagian besar yaitu pedagang. Islam masuk Indonesia dari India dan China juga lewat jalur perdagangan. Kaprikornus tidak perlu disangsikan lagi dalam mencapai sukses, maka jalur yang sempurna yaitu perdagangan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, sahabat, tabiin, dan ulama. 

Rasulullah SAW bersabda : man aroodad dunya fa’alaihi bil ilmi, wa man aroodal aakhirota fa’alaihi bil ilmi, waman aroodahuma fa’alaihi bil ilmi. (barang siapa yang ingin jaya di dunia, maka dengan ilmu, ingin sukses di akhirat, maka dengan ilmu. Ingin sukses di dunia dan akhirat, juga dengan ilmu). 

Ilmu ada dua, pertama, ilmu imaniyah (berbasis iman). Ilmu yang tidak netral yang diarahkan oleh Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an yaitu petunjuk bagi manusia, dan menjelaskan petunjuk itu, dan sebagai pembeda, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. (QS Al Baqarah :185). Jika tidak, maka kehancuran dengan ilmu itu sendiri akan terjadi. Sebagai contoh, umat Islam pernah berjaya pada tahun 1 hingga 7 Hijriyah, kemudian puncaknya pada kejayaan Turki Utsmani. Kemudian hancur dihantarkan oleh gerakan Kemal Attaturk. Artinya pada ketika itu umat Islam melonjak dengan ilmu, kemudian hancur. Mengapa? Karena arogansi para sultan-sultan Turki. Mereka memperkaya diri, menyimpang dari fatwa Islam, dan arogansi dengan berkedok agama. Masih tampak peninggalan mereka hingga kini yang diabadikan di museum Istambul, Turki. Misalnya di dalam museum itu tampak ada tiang lilin yang dihiasi beribu benda menyerupai akik, dan di bawahnya tertulis : “beberapa ribu berlian”. Itu gres tiang lilin, belum gelasnya belum kedudukannya. Di samping itu ada kawasan yang namanya “harm” yang jumlahnya sekian ribu. Mengapa gerakan Kemal Attaturk dengan sekularismenya laku? Karena mereka lakukan itu dengan mengatasnamakan agama. Seandainya sultan-sultan itu memimpin menyerupai Umar bin Khatab, menyerupai Umar bin Abdul Aziz, gerakan itu tidak akan laku dijual di Turki. 

Bagaimana Indonesia? Saya kita negara kita ini populer korup, tetapi juga pintar. Kalau tidak bakir saya kira susah untuk korupsi. Seperti kasus Hambalang, yang begitu rapi pengaturannya, mulai alur pencairan dana, peserta yang diatur sedemikian apik, itu bila tidak orang bakir tidak bisa. Pinter untuk minteri negara, bukan pinter yang diatur oleh agama. Yang saya khawatirkan bukan hilangnya rupiah di negara ini, tetapi bila hingga terjadi krisis kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya, kemudian berantem sendiri, maka hal ini hanya tinggal satu langkah untuk dimasuki Zionisme internasional dan negara akan diobrak-abrik menyerupai yang terjadi di Suriyah, Libiya, Iraq, Iran, Mesir apalagi Tanzania. Tinggal tiga negara yang belum diobok-obok, yakni Turki, Malaysia dan Indonesia. Saudi Arabia tidak termasuk, alasannya yaitu negara ini sudah sangat patuh pada mereka. Maka, tergantung kita, apakah kita mau dipropaganda, dikompori, diprovokasi oleh Zionisme Israil. Saya khawatir Papua sebagai alat untuk memporak-porandakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itulah kejayaan ilmu yang tidak ada basic agama. 

Kedua, ilmu yang amaliyah. Umat Islam Indonesia terbesar, tetapi amaliyahnya sangat pro ritual (kurang pendalaman spiritual). Ritualnya bagus, tetapi spirit keislamannya tidak bagus. Hasil survey yang diterjemahkan oleh Prof Qomaruddin Hidayat dari Jakarta, sangat mencengangkan, dari hasil survey itu menyatakan bahwa, Islam memang terbesar di Indonesia, tetapi spirit Islam yang ranking satu yaitu Selandia Baru, ranking dua Lurksemburg, sedang Indonesia menduduki ranking 140. Subhanallah! Kenapa dengan umat Islam di Indonesia? Memang banyak al-Qur’an sudah mengingatkan, menyerupai banyak dinyatakan dalam alQur’an usykuruu (bersyukurlah kalian), tetapi Allah juga menyatakan qoliilam maa tasykuruun (sedikit di antara kau sekalian yang bersyukur). Artinya yang memiliki spirit bersyukur itu sedikit sekali. Ayat yang lain menyatakan walaakinna aktsaron naas laa yasykuruun (tetapi lebih banyak didominasi insan tidak bersyukur). Banyak insan yang shalat, namun spirit shalatnya tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari. (QS Al Maauun: 4-7) yang maknanya : Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,6. orang-orang yang berbuat riya,7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna. 

Puasa, lebih banyak didominasi umat Islam Indonesia juga melakukannya, tetapi Rasulullah SAW juga mengingatkan. Kam min shooimin laisa lahu jazaa’ min shiyaamihi, illal juu’ wal arhos (berapa banyak orang berpuasa, tetapi tidak menerima spirit puasa kecuali lapar dan dahaga). Haji, banyak orang berbondong-bondong pergi haji, tetapi tidak tercermin spirit hajinya dalam kehidupan sehari-hari. Haji sebagai kedok untuk menutupi perbuatan korupsi, untuk mencari popularitas, untuk menambahi label saja. Tidak menjalankan sebagaimana khutbah Arafah yang disampaikan Umar bin Khatab “ Wahai umat Islam, kewajibanku sebagai amirul mukminiin yaitu menjamin semoga umat memiliki kebebasan untuk beribadah kepada Allah. Kalau hingga ada gubernur-gubernur yang tidak melayani anda, untuk mengabdi kepada Allah laporkan kepada kami, lebih baik saya mengganti gubernur sehari sekali, daripada melukai umat Islam”. Beginilah khutbah zaman itu, yang jauh berbeda dengan khutbah Arafah pada zaman sekarang. 

Untuk itu, marilah kita upayakan spiritualitas tercermin dalam kehidupan kita sehari-hari. Yang mana spiritualitas tampak pada ketika berdagang, berbisnis, bekerja, dan acara apapun yang kita lakukan. Karena, kesuksesan itu ada di spiritualnya, bukan di ritualnya. 

Amal akan menjadi amal sholih, yang menyebabkan umat jaya di dunia dan akhirat, bila berbasis iman, dan ditopang oleh ilmu. Misalnya, bila kita ingin pergi ke Jakarta, harus tahu ilmunya bagaimana jalan ke Jakarta, yakni bila di Surabaya jalan ke arah barat. Jangan hingga berdoa ke Jakarta, tetapi menuju arah ke timur. Kalau kita berdoa untuk punya anak, maka menikahlah dulu gres berdoa minta anak. Artinya ilmu dengan imannya satu arah untuk menuju ke kejayaan. 

Terakhir, mari kita menuju ke ritual berbasis spiritual. Karena banyak hadis mengingatkan kepada kita, hadits tersebut biasanya diawali dengan kalimat “ saya’ti zamanun (akan tiba suatu zaman)….. umat Islam menyerupai buih, Al Qur’an tinggal tulisannya dan sebagainya, itu puluhan kali. Diambil satu kesimpulan bahwa, umat ini sangat pro ritual tetapi sangat kurang yang pro spiritual. Mudah-mudahan kita diberi kekuatan untuk menegakkan Islam dan kaum muslimin. 


Posting Komentar untuk "Ilmu, Simbol Kejayaan Umat"