Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Antara Hak Dan Tanggung Jawab

Prof. DR H Ahmad Husain Aziz, MA


Rasulullah SAW bersabda : “Setiap dari kita yaitu pemimpin, yang harus bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya, seorang raja bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang suami terhadap keluarganya, dan isteri bertanggung jawab kepada rumah suaminya, pembantu rumah tangga pun menjadi pemimpin yang harus bertanggung jawab terhadap harta majikannya”. Dengan demikian, bahwa Islam mengedepankan tanggung jawab, bukan mengedepankan hak. Karena hak yaitu mengedepankan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Tanggung jawab bukan kewajiban, tetapi perilaku ingin memberi, bukan perilaku ingin menerima, perilaku ingin menghartai, bukan perilaku ingin dihargai, perilaku memperhatikan, bukan perilaku ingin diperhatikan. 

Kalau suatu keluarga, yang masing-masing komponen ingin memberi, ingin memperhatikan, ingin menyantuni, ingin menghargai dan tidak ingin dihargai, tidak ingin menerima, tidak ingin diperhatikan, tidak ingin disantuni, maka keluarga itu akan penuh dengan kasih sayang, akan tenang penuh dengan ketenteraman. Lebih luas lagi, kika komponen bangsa Indonesia ini, masing-masing komponen menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, tidak menuntut hak-haknya, masing-masing ingin memberi, ingin memperhatikan, ingin menyantuni, ingin menghargai dan tidak ingin dihargai, tidak ingin menerima, tidak ingin diperhatikan, tidak ingin disantuni, maka bangsa kita ini juga akan penuh dengan kasih sayang, akan tenang penuh dengan ketenteraman. 

Rasulullah SAW yaitu sosok orang yang paling bertanggung jawab, lantaran ia memberi, tidak ingin menerima, menghargai, tidak ingin dihargai, menyantuni dan tidak ingin disantuni. (QS At Taubah : 128). Maknanya : Sungguh telah tiba kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. 

Rasulullah SAW datang, berkorban untuk kita semua, bukan ingin mengorbankan, ingin menyelamatkan kita, bukan ingin diselamatkan. Konflik-konflik yang terjadi, gejolak-gejolak sosial baik itu berskala besar, maupun kecil, kekerasan keluarga, terjadi lantaran masing-masing mengedepankan hak-haknya, namun mengabaikan tanggung jawabnya. Sekarang banyak konsep-konsep perihal hak, hak suami, hak isteri, hak bangsa, hak asasi manusia, dlsb. semua itu tidak menuntaskan masalah, malah akan menjadikan gejolak sosial, justeru akan menjadikan banyak sekali masalah. Karena masing-masing akan menuntut haknya, dan mengabaikan tanggung jawabnya. 

Rasulullah SAW pernah ditanya oleh salah seorang sahabat ia : “Ya Rasulallah, bagaimana pendapatmu jikalau kami dipimpin oleh pejabat yang menuntut haknya kepada kami? Tetapi mereka mengabaikan hak kami? Rasulullah SAW berpaling (tidak mau menjawab. Hingga tiga kali sahabat tersebut bertanya dan Rasulullah SAW hanya berpaling. Lalu sahabat lain menarik sahabat tersebut dan menyampaikan : isma’uu wa athii’uu alaihi ma humiluu wa’alaikum ma humiltum (dengar dan taatilah, bahwa mereka memiliki tanggung jawab dan kau juga memiliki tanggung jawab). Jangan menuntut hak, jangan menuntut kepentingannya, tetapi tunaikanlah tanggung jawabmu. Marilah kita merubah perilaku mental kita, yang biasanya menuntut hak, dirubah menjadi menunaikan tanggung jawab. Tanggung jawab sebagai seorang suami, sebagai muslim, sebagai warga negara, sebagai makhluk Allah dlsb. (QSAsh Shaffaat : 22-24). 

Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di alam abadi nanti dengan kata-katanya yang populer : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan teladan yang pernah dilukiskan para salafus sholih perihal tanggungjawab pemimpin di hadapan Allah kelak. 

Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu menurut atas perbuatan individu saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat ibarat ayat 164 surat Al An’am yang maknanya : Katakanlah: "Apakah saya akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia yaitu Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang menciptakan dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. lalu kepada Tuhanmulah kau kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kau perselisihkan." Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya” Akan tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada waktu, kawasan dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin sanggup meninggalkan bekas atau dampak pada orang lain. Oleh alasannya itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada amalannya saja ataukah sanggup melewati batas waktu yang tak terbatas bila akhir dan dampak amalannya itu masih terus berlangsung mungkin hingga sesudah dia meninggal ? 

Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi. Mengapa demikian ? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil saat dilakukan, akan tetapi bila dampak dan akhirnya terus berlangsung lama, sanggup jadi akan amat besar pahala atau dosanya. (QS Yaasiin:12). 

Semoga kita sanggup melaksanakan yang terbaik bagi kita, keluarga, bangsa dan negara sehingga nilai Islam yang kita miliki sanggup dinikmati sesama kita. 


Posting Komentar untuk "Antara Hak Dan Tanggung Jawab"