Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengapa Syiah Bermasalah

KH Abdusshomad Buchory (Imam Besar MAS)



Mari kita bersyukur kepada Allah SWT lantaran kita sebagai bangsa Indonesia yang penduduk muslimnya terbesar di dunia. Walaupun ada Negara yang penduduknya terbesar, contohnya China, India dll, namun umat Islamnya minoritas. Umat Islam di Indonesia ketika ini sekitar 87 % muslim. Kita ketahui, bahwa Islam ada beberapa faham di antaranya ; faham Sunnni, Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Jabariyah dan lain sebagainya. Islam di Indonesia ialah menganut faham Sunni, walaupun organisasi berbeda-beda, contohnya NU, Muhammadiyah, Alkhoiriyah, Al Irsyad, Alwashliyah, Mathla’ul Anwar, Tarbiyah Islamiyah, Persis, Al Bayyinaat, Al Khoiriyah dlsb. Masing-masing organisasi ini tentu memiliki perbedaan, namun perbedaannya bukan furu’iyah (hal-hal cabang), tetapi hal-hal yang kecil. Dan di Indonesia dikumandangkan “ukhuwwah Islamiyah” dalam rangka meminimalisir benuturan-benturan yang terjadi lantaran perbedaan hal-hal furu’iyah ini. Misalnya berbeda dalam amalan qunut, adzan Jum’at, ada yang dua kali ada yang satu kali, ada yang pakai tongkat ada yang tidak. Semua itu perbedaan yang sangat kecil dan hanya hal-hal cabang saja. Terhadap perbedaan inilah yang terus didengungkan perihal ukhuwah Islamiyah, dan sudah tampak berhasil walupun belum sempurna. Sehingga ketenangan dan keharmonisan sanggup dijaga hingga ketika ini. 

Bagaimana dengan Syi’ah? Syiah bukan Sunni. Syiah berbeda dengan Sunni. Dan perbedaannya ialah problem ushuliyyah ( pokok), dan juga problem furu’iyah. Misalnya; shalat Jum’at berdasarkan Sunni ialah wajib ‘ain bagi setiap muslim laki-laki. Tetapi Syiah tidak mewajibkan. Dalam faham Syiah, Jumatan ialah termasuk ikhtiyaary (memilih). Kalau beliau boleh menentukan shalat Dhuhur apa shalat Jum’at. Shalat Jum’at belum wajib hingga tiba Imam Muhtadhar (Imam Mahdi). Tentang Al-Qur’an mereka berkeyakinan bahwa Kitab Suci ini nanti akan ada takhrif (ada perubahan). Mereka berkeyakinan akan turun lagi Al Qur’an sekitar 17 ribu ayat yang kini masih tersimpan, dan nanti akan hadir ketika imam itu hadir. Sementara kalau Sunni meyakini bahwa Al-Qur’an dijaga kesuciannya oleh Allah, mulai zaman Rasulullah SAW hingga kiamat tidak ada perubahan. Mulai turun melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dihafal dan diajarkan kepada shahabat dan shahabat pun menghafal dan seterusnya hingga hingga kepada kita. Merka ragu terhadap Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an pertanda bahwa Kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya. ( Q.S. Al Baqarah : 2). Yang maknanya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. 

Kemudian, orang Sunni mengakui Khulafaurrasyidiin (Abu Bakar, Umar bin KLhatab, Utman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib) sebagai pemimpin yang mengganti Rasulullah SAW. Tetapi orang Syiah menolak keberadaan Abu Bakar, Umar dan Utsman. Yang ketiganya dianggap meampok jabatan Ali. Oleh lantaran itu, orang Syiah menolak hadits Kutubus Sitah tidak mau hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, Imam Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah, , Abu Hurairoh Aisya dlsb. Mereka memiliki kitab sendiri namanya Al Kafi, Tahdzib al Ahkam, Al Istibshor, Man Laa Yahdhurul al Faqiih dll. Dari kitab tersebut sanggup diketahui adanya perbedaan yang mendasar, di antaranya : Hadist berdasarkan faham Syiah berbeda dengan pengertian ahlual sunnah. Menurut Syiah hadist mencakup af’al, aqwaal, dan taqrir yang disandarkan tidak hanya kepada Nabi Muhammad tetapi juga para imam-iman Syiah. Faham Syiah menyakini bahwa imam-imam ialah ma’sum menyerupai para nabi Faham Syiah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan (Imamah) termasuk problem aqidah agama. Faham Syiah mengingkari otentisitas Al- Qur’an dengan mengimani adanya tahrif Al-Qur’an. Faham Syiah meyakini turunnya wahyu sesudah Al-Qur’an yakni yang disebut mushhaf Fatimah. Faham Syiah orang yang tidak mengimani terhadap imam-imam Syiah ialah Syirik dan Murtad dan masih banyak yang lainnya. 

Di samping itu Syiah juga menghalalkan nikah Muth’ah (nikah yang dibatasi oleh waktu). Misalnya nikah untuk satu jam, dua jam, satu hari dua hari, ini dibolehkan. Sementara Sunni mengharamkan. Disamping ada dasar aturan naqli yang mengharamkan, bila dibiarkan akan terjadi penyakit social, lantaran akan terjadi prostitusi terselubung. Padahal di Indonesia umumnya dan Jawa Timur khususnya lagi gencar-gencarnya menata kota higienis dari praktek asusila. Mereka sudah mulai banyak yang sadar dan bertaubat. Jika nikah Muth’ah diperbolehkan maka akan terjadi prostitusi terselubung, sehingga menghambat jadwal pembangunan yang telah dicanangkan. 

Untuk itu, MUI Jawa Timur sudah menyatakan bahwa Syiah ialah termasuk aliran sesat, terutama Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah. Ada yang lebih ekstrim lagi namanya Ghulat, yang menyatakan bahwa Imam-imam itu memiliki sifat ketuhanan. Dan juga menuduh kepada Jibril yang membawa wahyu salah alamat, seharusnya kepada Ali bin Abi Tholib, tetapi diberikan kepada nabi Muhammad SAW. Aliran ini yang membawa ialah Abdullah bin Saba’, orang Yahudi yang sengaja ingin mengacaukan umat Islam. Sehingga Indonesia dalam rangka NKRI diperlukan orang-orang Sunni. Kalau tidak, maka Indonesia akan terjadi perang saudara menyerupai Irak, Libanon dll. Hal ini harus diperhatikan oleh penyelenggara pemerintahan, ulama’ politisi dll. Saya ingin mengingatkan mumpung aliran ini belum menjadi besar, walaupun kantong-kantingnya sudah banyak menyerupai di Jawa Timur berada di Bondowoso, Jember, Madura, Pasuruan, Bangil, Surabaya dll. Sedang di luar Jawa ada di Lampung, Makassar dsb. 

Dalam kesempatan ini sekaligus meluruskan isu perihal kasus di Madura. Di banyak media diberikan kalau pondok pesantren Syiah dibakar. Kenyataannya tidak ada pondok pesantren yang dibakar, yang ada ialah langgar kecil yang terbuat dari bambu. Ada juga rumah yang dibakar yang antara satu dengan lain berjauhan jaraknya beberapa kilometer di antaranya. Dan kasus ini sudah berlangsung semenjak tahun 2005, dan sudah ada komitmen, bahwa mereka diberitahu oleh ulama’ penduduk di situ yang menganut faham Sunni, dan memberi opsi, kalau mereka berada di sekitar situi harus kembali kepada Sunni, bila mereka ingin menyebarkan Syiah jangan di situ. Dan bila masih tetap di situ kemudian menyebarkan aliran Syiah, tidak ditanggung keamanannya. Kaprikornus penegak aturan jangan hanya bicara perihal anarkhisme. Memang orang memperabukan rumah, apalagi musholla secara pidana salah, tetapi perlu dibahas pula factor pemicu adanya kekerasan itu. Di negeri ini kurang diangkat oleh media bahwa ada lantaran yang menjadikan suatu akibat, ada agresi sebelum reaksi. Dan penyebabnya tentu propokator, yang tentu sanggup dituntut berdasarkan hukum. Dalam UU no 39 tahun 1999 perihal problem HAM, dalam pasal 28 karakter c bahwa Hak Asasi Manusia tidak boleh merusak hak-hak orang lain. Ketika masyarakat sudah hening tidak ada kontradiksi apa-apa, kemudian ada faham gres masuk mempengaruhi, tentu saja menjadikan keresahan dan pada jadinya terjadilah kemarahan itu. Nah, orang yang tiba kemudian menjadikan keresahan itulah yang dinamakan provokator sehingga sanggup dituntut di pengadilan. 

Dengan demikian tanggapan atas tema di atas, kenapa Syiah bermasalah ialah lantaran berbeda dengan Sunni dalam problem ushuliyah dan furu’iyah. Dan kalau dalam kontek Indonesia, bahwa lebih banyak didominasi fahamnya ialah Sunni, bila faham Syiah dipaksakan berdiri dan berkembang di negeri ini, maka akan terjadi benturan-benturan yang sulit dicarika titik temu. 

Ada pendapat yang menarik dari komisi VII RI yakni di Indonesia ini perlu payung aturan untuk melindungi kaum Sunni. Untuk itu, kalau Indonesia ingin NKRI dijaga, biar tidak dirongrong oleh orang lain, maka perlu payung aturan yang melindungi Sunni di Indonesia. Di Malaysia, Brunei Darussalam Syiah sudah dilarang, lantaran Islam ialah agama Negara dan mengikuti faham Sunni, sehingga ketika bertentangan dengan Negara, maka dihentikan oleh Negara. Di Indonesia payung aturan menyerupai itu tidak ada. Hal ini menjadi materi pertimbangan bagi para politisi, lantaran memang ada upaya dari luar biar kerukunan umat di Indonesia kacau.


Posting Komentar untuk "Mengapa Syiah Bermasalah"