Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tentang Doa Nurbuat


Do’a Nurbuat terbilang cukup terkenal bagi kaum muslimin di Indonesia, terutama dikalangan santri ponpes Salafiyah. Do’a ini dinamakan dengan “Doa Nurbuat” mungkin berasal dari kata bahasa Arab Nurun Nubuwwah (Arab, نور النبوة ) atau cahaya kenabian. Do’a ini biasanya sanggup kita jumpai dalam kitab kecil yang berisi kumpulan do’a menyerupai kitab majmu’ syarif. Sebagian orang menyatakan bahwa do’a ini berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diajarkan oleh Malaikat Jibrilalaihissalam.

Tapi anehnya, do’a yang -katanya- mempunyai banyak fadhilah ini tidak disebutkan dalam satu pun kitab-kitab Induk Hadits. Tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya, bahkan salah seorang Tokoh Habaib terkemuka di Jakarta pun menyatakan bahwa dirinya belum menemukan sanad tsiqoh dari pembuat do’a tersebut. Suatu hal yang sangat asing memang, sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tapi hingga ketika ini belum diketahui siapa yang meriwayatkannya.

Sekedar mengingatkan sebagai sesama kaum muslimin supaya kita jangan bergampangan dalam menyampaikan suatu aqidah atau ibadah tertentu sebagai aliran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa disertai dengan bukti dan dalil yang kuat. Karena perbuatan tersebut sanggup menjerumuskan pelakunya dalam ancaman yang sangat berat. Dalam hadits shahih disebutkan :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا , فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa dengan sengaja berdusta atas namaku, maka hendaknya dia siap menempati Neraka” (HR. Bukhari-Muslim)

Diantara dalil yang dijadikan sandaran oleh orang yang mengamalkan do’a ini ialah riwayat sebagai berikut :

1. “Dikisahkan bahwa Rasulullah sehabis sholat subuh duduk di masjid bersama para sahabat. Kemudian datanglah malaikat Jibril membawa doa Nurbuat seraya berkata: “Aku diutus oleh Allah membawa doa Nurbuat untuk diserahkan kepadamu (Rasulullah).”

Setelah membawakan kisah tersebut, penulisnya tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkan dan di dalam kitab apa atau dari mana dia menukilnya.

2. Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Kathir meriwayatkan sebuah hadits riwayat Ibnu Asakir :

عن علي – رضي الله عنه – : ( أن جبريل أتى النبي صلى الله عليه وسلم فوافقه مغتماً فقال : يا محمد ، ما هذا الغم الذي أراه في وجهك ؟ قال ” الحسن والحسين أصابتهما عين ” قال : صدِّق بالعين ، فإن العين حق ، أفلا عوذتهما بهؤلاء الكلمات ؟ قال : ” وما هن يا جبريل ” قال : قل اللهم ذا السلطان العظيم ، ذا المن القديم ، ذا الوجه الكريم ، ولي الكلمات التامات ، والدعوات المستجابات ، عافِ الحسن والحسين من أنفس الجن وأعين الإنس
فقالها النبي صلى الله عليه وسلم فقاما يلعبان بين يديه ، فقال النبي صلى الله عليه وسلم : ” عوّذوا أنفسكم ونساءكم وأولادكم بهذا التعويذ ، فإنه لم يتعوذ المتعوذون بمثله

Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib bahwa malaikat Jibril tiba pada Nabi yang sedang tampak sedih. Jibril bertanya: Wahai Muhammad, kenapa wajahmu tampak sedih? Nabi menjawab: Hasan dan Husain sedang sakit mata. Jibril berkata: sembuhkan matanya alasannya ialah mata punya hak. Apakah kau tidak mendoakan keduanya dengan kalimat-kalimat itu? Nabi bertanya: Kalimat apa? Jibril menjawab: Katakan “اللهم ذا السلطان العظيم ذا المن القديم ، ذا الوجه الكريم ، ولي الكلمات التامات ، والدعوات المستجابات ، عافِ الحسن والحسين من أنفس الجن وأعين الإنس” Kemudian Nabi mengucapkan doa tersebut maka Hasan dan Husain pribadi sanggup bangkit dan bermain di sekitar Nabi. Nabi bersabda: mintalah pertolongan untuk dirimu, istrimu dan anak-anakmu dengan doa ini. [Tarikh Dimasyq no. 9434]

Yang perlu dicermati ialah teks do’a dalam riwayat tersebut berbeda dengan teks do’a nurbuat yang beredar di masyarakat. Sehingga tidak benar kalau ada yang berkata do’a nurbuat ini berasal dari Nabi dengan dalil riwayat ini. Karena kenyataannya antara riwayat ini dan do’a nurbuat berbeda sangat jauh, disamping banyak kejanggalan dalam susunan kalimat dalam do’a nurbuat yang akan disebutkan nanti, Insya Allah.

Berikut teks do’a nurbuat yang terdapat kitab Majmu’ Syarif dan semisalnya. Perhatikanlah, sungguh berbeda antara do’a nurbuat ini dengan do’a yang terdapat dalam riwayat Ibnu Asakir di atas.

اَللّٰهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ الْعَظِيْمِ ، وَذِى الْمَنِّ الْقَدِيْمِ ، وَذِي الْوَجْهِ الْكَرِيْمِ ، وَوَلِيِّ الْكَلِمَاتِ التَّآمَّاتِ ، وَالدَّعَوَاتِ الْمُسْتَجَابَةِ ، عَاقِلِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ مِنْ اَنْفُسِ الْحَقِّ ، عَيْنِ الْقُدْرَةِ والنَّاظِرِيْنَ ، وَعَيْنِ الْاِنْسِ وَالْجِنِّ ، وَاِنْ يَّكَادُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَيُزْ لِقُوْنَكَ بِاَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُوْلُوْنَ اِنَّهُ لَمَجْنُوْنَ ، وَمَا هُوَ اِلاَّ ذِكْرٌ لِلْعَالَمِيْنَ ، وَمُسْتَجَابُ لُقْمَانَ الْحَكِيْمِ ، وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ الْوَدُوْدُ ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيْدِ ، طَوِّلْ عُمْرِيْ ، وَصَحِّحْ اَجْسَادِيْ ، وَاقْضِ حَاجَتِيْ ، وَاَكْثِرْ اَمْوَالِيْ وَاَوْلَادِيْ ، وَحَبِّبْ لِلنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ ، وَتَبَاعَدِ الْعَدَاوَةَ كُلَّهَا مِنْ بَنِيْ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، مَنْ كَانَ حَيًّا وَّيَحِقَّ الْقَوْلُ عَلَي الْكَافِرِيْنَ ، وَقُلْ جَآءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ، اِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا ، وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ ، وَلَايَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ اِلَّا خَسَارًا ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ ، وَسَلَامٌ عَلَي الْمُرْسَلِيْنَ ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ


Ya Allah, Zat Yang mempunyai kekuasaan yang agung, yang mempunyai anugerah yang terdahulu, mempunyai wajah yang mulia, menguasai kalimat-kalimat yang sempurna, dan doa-doa yang mustajab, penanggung Hasan dan Husain dari jiwa-jiwa yang haq, dari pandangan mata yang memandang, dari pandangan mata insan dan jin.

Dan sebetulnya orang-orang kafir benar-benar akan menggelincirkan kau dengan pandangan mereka, ketika mereka mendengar Al-Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila, dan Tiadalah itu semua melainkan sebagai peringatan bagi seluruh alam. Allah yang mengabulkan do’a Luqmanul Hakim dan mewariskan Sulaiman bin Daud A.S. Allah ialah Zat Yang Maha Pengasih lagi mempunyai singgasana yang Mulia, panjangkanlah umurku, sehatlah jasad tubuhku , kabulkan hajatku, perbanyakkanlah harta bendaku dan anakku, cintakanlah semua manusia, dan jauhkanlah permusuhan dari anak cucu Nabi Adam A.S., orang-orang yang masih hidup dan supaya tetap ancaman siksa bagi orang-orang kafir. Dan katakanlah: “Yang haq telah tiba dan yang batil telah musnah, sebetulnya perkara yang batil itu niscaya musnah”.

Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Quran tidak akan menambah kepada orang-orang yang berbuat aniaya melainkan hanya kerugian. Maha Suci Allah Tuhanmu Tuhan Yang Maha Mulia dari sifat-sifat yang di berikan oleh orang-orang kafir.Dan supaya keselamatan bagi para Rasul.Dan segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.

Disamping berbedanya teks do’a dalam riwayat Ibnu Asakir dan do’a nurbuat, kita sanggup lihat bahwa ada banyak kejanggalan dalam doa nurbuat, diantaranya:

1. Kesalahan dalam tata bahasa. Teks bab awal doa ini tidak sesuai dengan kaidah nahwu (tata bahasa Arab). Teks yang keliru:

[اللَّهُمَّ ذِى السُّلْطَانِ]

seharusnya, dibaca [ذَا] dengan abjad alif (sebagaimana riwayat Ibnu Asakir) bukan [ذِى] dengan abjad ya’. Karena Munada Mudhaf harusnya mansub bukan majrur. Namun, anehnya, kesalahan semacam ini terjadi secara berulang-ulang, yaitu di bagianma’thufnya.

Demikian pula pada bab [وَذِى الـمَنِّ القَدِيم] seharusnya [وَذَا الـمَنِّ القَدِيم], pada bab [وَذِى الوَجْه الكَرِيم] seharusnya [وَذَا الوَجْه الكَرِيم], dan pada bab [وَوَلِيِّ الكَلِمَات التآمات] seharusnya [وَوَلِيَّ الكَلِمَاتِ التآمَاتِ] dengan harakat fathah.

2. Susunan kalimat yang tidak sistematis dan tidak mempunyai kaitan. Di bab awal doa, isinya memuji Allah, kemudian tiba-tiba dikutip ayat:

وَإِن يَكَادُ الذِّينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبصَارِهِم…

“Hampir saja orang-orang kafir hendak menjatuhkanmu dengan pandangan mata mereka.”

Ayat ini menceritakan ihwal perilaku orang kafir yang hendak menyerang Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dengan penyakit ‘ain (penyakit alasannya ialah pandangan hasad). Sehingga mereka sanggup membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jauh.

Jika kita perhatikan, ayat ini tidak mempunyai keterkaitan pribadi ayat ini dengan kebanggaan untuk Allah dalam bait sebelumnya.

3. Isi ajakan yang tidak tepat. Dalam doa tersebut ada permintaan:

[طَوِّلْ عُمْرِي]

Panjangkanlah umurku.

Umur panjang secara mutlak bukanlah hal yang terpuji. Karena umur panjang belum tentu berkah. Lebih tepat kalau meminta keberkahan umur bukan meminta umur panjang. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendoakan Anas bin Malik:

اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ

“Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Bukhari no. 6334 dan Muslim no. 2480)

Nabi tidak mendoakan secara mutlak, tapi dia iringi dengan doa keberkahan.

Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin pernah ditanya ihwal aturan memperlihatkan ucapan “semoga panjang umur” Syekh mejawab, Tidak selayaknya mengucapkan “semoga panjang umur” secara mutlak, tanpa diikuti dengan kriteria yang lain. Karena panjang umur terkadang baik dan terkadang buruk. Padahal, insan terjelek ialah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya. Oleh alasannya ialah itu, andaikan ucapan yang disampaikan, “Semoga Allah memanjangkan usiamu di atas ketaatan” atau yang semacamnya maka ini tidak mengapa. (Fatawa as-Syimaliyah, Hal. 24)

4. Keutamaan yang terlalu berlebihan. Para pelopor pembaca doa ini menceritakan bahwa doa nurbuat mempunyai banyak keutamaan. Namun, kebanyakan keutamaan tersebut, hanya terkait kesenangan dunia. Padahal prinsip doa yang diajarkan syariat lebih banyak untuk kepentingan akhirat. Kalaupun isinya memohon kebaikan dunia, niscaya juga diiringi dengan permohonan kebaikan akhirat. Diantara keutamaan yang asing pada doa ini:
Dapat bertemu dengan Jin, sanggup merubah rupa.
Dapat disayangi oleh musuh, kalau dibaca ketika hendak keluar rumah.
Dapat menjadi penjaga rumah dari gangguan jin, sihir, santet dan ancaman lainnya, kalau ditulis kemudian disimpan di dalam rumah. (Mungkin inilah yang melatar-belakangi kebiasaan orang yang menggantung jimat di depan rumah).
Dapat memperlihatkan hal-hal yang indah, kalau dibaca 100 kali pada malam Sabtu.
Dapat kekal muda kalau dibaca setiap malam Minggu.
Dapat menyebabkan wajah tampak lebih tampan/cantik kalau dibaca setiap malam Kamis.
Dan masih banyak keutamaan lainnya, yang semuanya mungarah pada kerakusan terhadap dunia.

Bahkan dalam salah satu blog disebutkan tatacara untuk meraih keutamaan tersebut, waktu dan jumlah bacaannya. Penulisnya bahkan berani menisbatkan tatacara tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari uraian di atas, sanggup disimpulkan beberapa hal :
Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa do’a Nurbuat berasal dari aliran Nabi atau diajarkan oleh Nabi
Riwayat Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq bukanlah dalil bagi do’a nurbuat. Riwayat ini pun perlu diteliti kembali alasannya ialah adanya perawi yang berjulukan Al-Harits Al-A’war dia dinyatakan dha’if oleh para Ulama bahkan dinyatakan tertuduh berdusta, selain itu tertuduh juga sebagai penganut Rafidhah.
Keutamaan-keutamaan yang mencapai tiga puluhan keutamaan tersebut hanyalah sebuah kedustaan lain yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hendaknya kita mengamalkan do’a-do’a yang jelas-jelas berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak mungkin doa nurbuat berasal dari aliran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, tidak selayaknya untuk dibaca.
Hendaknya kita tidak bergampangan dalam menyandarkan sesuatu kepada agama ini tanpa dilandasi dalil yang jelas.

Allahu a’lam. yang terang alloh suka akan hambanya yang mau memohon dan berdoa serta memuji asma indahnya.

Posting Komentar untuk "Tentang Doa Nurbuat"