Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kita Pernah Bertemu Tuhan


Bertemu Tuhan????? Mohon bersabar alasannya yakni tanggapan dari pertanyaan ini “sangat tidak ilmiah” sehingga bagi kita yang terbiasa membaca buku-buku agama di sekolah, diktat kuliah maupun literatur agama bisa jadi jawabannya melenceng dari kaidah-kaidah keilmuan.

Biar saja… Toh tanpa buku pun kita bisa menemukan jalan kebenaran sebagaimana yang dianjurkanNya kok. Asalkan kita rajin berusaha untuk selalu “membaca” atau berIqra. Membaca dan buku terang berbeda. Membaca artinya aktif melihat, mengamati, menganalisa dengan sabar sehingga risikonya menemukan sesuatu yang tetap disekeliling yang tidak tetap yakni berupa kesimpulan. Sementara buku hanyalah kumpulan aksara mati yang derajatnya sama dengan benda mati yang lain. Pertanyaan selanjutnya kita harus membaca apa? Yaitu membaca gejala-gejala sebagaimana para ilmuwan menemukan hukum-hukum alam, dan risikonya menemukan yang bukan tanda-tanda lagi, atau esensi/hakekat dari sesuatu.

Marilah kita mulai untuk menjawab dengan pertanyaan awal: Apakah pertemuan Tuhan dengan insan sama dengan pertemuan insan dengan insan yang lain? Atau mirip pertemuan antara insan dengan kucing, kelinci atau singa? Apakah Tuhan itu benda padat, cair atau gas? Bila ya, benda padat yang mirip dinosaurus yang sangat pintarkah? Atau mirip lautankah? Atau mirip gas nitrogen atau hydrogen yang sangat ringankah? Bila tidak, kemudian Tuhan itu mirip apa?

Jelas jawabannya, bahwa ketika kita menyampaikan Tuhan itu A, B atau C maka kita mustahil merujuk pada hal yang menjadi rujukan dan pengalaman kita sebelumnya. Tuhan itu “SEPERTI” tikus, berarti kita mengetahui wujud tikus itu kecil, berwarna gelap dan menjijikkan dan seterusnya-dan seterusnya. Bagaimana dengan Tuhan? Adakah insan yang pernah bertemu dengan Tuhan dalam wujud benda?

Perlulah kita menyadari keterbatasan mata kita untuk melihat benda-benda. Pengelihatan mata memerlukan syarat yaitu ada cahaya dan jarak jangkau benda tersebut dengan mata. Semakin jauh jarak benda maka benda terlihat semakin mengecil dan risikonya tidak ada dalam pandangan. Namun, apakah tidak ada dalam pandangan berarti benda itu tidak ada? Hal ini juga berlaku untuk kedekatan. Bila kita melihat benda semakin bersahabat dengan kita, maka benda itu semakin usang akan semakin membesar dan risikonya benda itu tidak akan terlihat lagi. Apakah benda itu berarti tidak ada?

Tuhan terang tidak berwujud benda atau berwujud mirip makhluk baik makhluk hidup maupun makhluk mati (benda-benda). Wujud Tuhan yakni tidak bisa digambarkan dan tidak bisa dikatakan mirip apa alasannya yakni menyampaikan Tuhan mirip apa berarti mengandaikan kita sudah mengetahui wujud Tuhan itu. Tuhan juga tidak bisa didefinisikan apapun juga. Bila dalam kitab-kitab suci menggambarkan sifat-sifat Tuhan: contohnya Tuhan itu Maha Akbar (Besar), itu tidak berarti Tuhan itu lebih besar dari bumi dan galaksi. Bila dikatakan Tuhan itu Maha Perkasa, itu tidak berarti Tuhan lebih perkasa dari Mike Tyson, Senjata Nuklir atau Amerika Serikat.

Bisa dibahasakan secara sederhana, bahwa Tuhan itu berwujud yang tidak berwujud. Dia berbeda dengan yang telah diketahui dan diangankan oleh insan tentangNya, yang tidak diketahui apa, bagaimana, siapa, dimana, kemana, kapan, kenapaNya. Kita hanya mencicipi TUHAN ITU ADA….

Konon, rasul yang diutus ke kaum Yahudi, Musa pernah menanyakan wujud Tuhan kepada Tuhan sendiri. Tuhan mengijinkan Musa untuk melihatNya. Apa yang terjadi? Musa PINGSAN dan EKSTASE melihatNya. Momentumnya yakni sebuah gunung yang meledak hancur berkeping-keping tidak bisa menanggung ketololan makhluk berjulukan manusia.

Mata insan tidak bisa melihat wujud-Nya! Ia hanya bisa dialami oleh rasa terdalam dengan sebuah kesadaran yang selanjut-lanjutnya. Rasa yang bertemu dengan Tuhan ibaratnya (pasti tidak persis) yaitu ketika kita mencicipi percintaan dengan sang kekasih….

Bagaimana mencicipi cinta? Ada deg-degan, ada harapan, ada kekecewaan, ada kesedihan, ada kangen yang mencekam, ada mistis yang meronga, ada cita-cita akan perjumpaan, ada semangat untuk hidup. Itu jikalau kita bercinta dengan manusia. Bila bercinta dengan TUHAN– SANG MAHA KEKASIH? Jelas aspek negatif rasa itu tidak ada. Yang ada yakni kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, semangat hidup yang menyala-nyala TIADA DUANYA !!!!!

Saya dan Anda—saya yakin seyakin yakinnya– jelas-jelas pernah bertemu dengan Tuhan. Bahkan tidak hanya bertemu melainkan pernah berada DI DALAM TUHAN. Dimana dan kapan? Ya ketika Anda dan Saya belum dilahirkan dari rahim ibu kita. Terus dimana kita ketika itu? Ya masih dalam IDE dan RENCANA TUHAN.

Ada banyak orang yang menyampaikan kepada saya bahwa dirinya pernah bertemu dengan Tuhan melalui Mikraj mirip Nabi Muhammad SAW: terbukanya bermacam-macam hijab/ atau lipatan-lipatan langit/ nafsu-nafsu kemanusiaan hingga risikonya berada di satu aras tertinggi dan menemukan sesuatu yang disebutnya Tuhan. Perjalanan mereka untuk hingga ke aras keilahian tersebut harus dilalui dalam sebuah ritual yang berjulukan meditasi/manekung/semedi dan seterusnya. Ini juga mungkin dianjurkan dalam semua ritual agama dan bagus.

Selain itu, saya juga mempunyai cara lain untuk bertemu denganNya . Bahwa untuk bertemu Tuhan maka saya harus bertamu dan berbuat sesuatu untuk makhluk-makhluk yang dicintaiNya. Yaitu makluk yang tertindas, terkekang, tersingkir dan terlupakan….

Itu berdasarkan saya. Bagaimana dengan Anda???

Posting Komentar untuk "Kita Pernah Bertemu Tuhan"