Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sholawat Mohon Ampunan


====ALLAAHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA AALIHII WA’ITRATIHII BI ‘ADADI KULLI MA’ LUUMIL-LAKA ASTAGHFIRULLAAH AL ‘AZHIM LA ILAAHAA ILLAA HUWAL HAYYUL QAYYUUMU WA ATUUBU ILAIH. YAA HAYYU YAA QAYYUUM =====

Semoga melimpahkan Berkah shalawat atas Nabi Muhammad dan atas keluarga besarnya dan keturunannya berdasarkan jumlah segala sesuatu yang diketahui-Mu. Saya memohon pengampunan dari Yang Maha Agung, Tiada Dia selain Allah, Yang Maha Sempurna Hidup dan Diri berkelanjutan dan saya berbalik kepada-Nya dengan pertobatan. Wahai Yang Sesungguhnya Hidup dan Maha Sempurna.

Sholawat ini juga dirumuskan oleh Uwais Al Qorni. Seorang cowok bermata biru yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, jago membaca Al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk epilog tubuh dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat populer di langit.
Pemuda dari Yaman ini yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah renta renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan menyerupai keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melaksanakan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar ajakan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya biar berakhlak luhur.

Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menggoda Uwais, sehingga sehabis ajakan Islam tiba di negeri Yaman, ia segera memeluknya, lantaran selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan fatwa Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang gres tiba dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang berpengaruh untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan yakni sang ibu yang kalau ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW menerima cedera dan giginya patah lantaran dilempari kerikil oleh musuh-musuhnya. Kabar ini hasilnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan kerikil hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada ia SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan ekspresi dominan berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung menciptakan hasrat untuk bertemu tak sanggup dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia sanggup menziarahi Nabinya dan memandang wajah ia dari dekat?

Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya biar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.

Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, “Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa bangga ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya biar sanggup menemani ibunya selama ia pergi.

Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang sanggup menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu cuek di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan sanggup memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW, sambil menjawab salam Uwais.

Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata ia SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.

Tapi, kapankah ia pulang ? Sedangkan masih terngiang di pendengaran pesan ibunya yang sudah renta dan sakit-sakitan itu, biar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.

Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan bunyi hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia hasilnya dengan terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW pribadi menanyakan perihal kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni yakni anak yang taat kepada ibunya. Ia yakni penghuni langit (sangat populer di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, lantaran ibunya sudah renta dan sakit-sakitan sehingga ia tidak sanggup meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rasulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu ia SAW, memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dan Umar bin Khattab dan bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia yakni penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak usang kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah di estafetkan Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. perihal Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali a.s. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang tiba dari Yaman, ia berdua selalu menanyakan perihal Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.

Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah bergotong-royong yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh ia berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.

Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang tiba dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali a.s. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu menyampaikan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar balasan itu, ia berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.

Sesampainya di kemah daerah Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali a.s. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk mengambarkan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais.

Mendengar balasan itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang bergotong-royong ?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais al-Qorni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia gres sanggup turut bersama rombongan kafilah dagang ketika itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali a.s. memohon biar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami tiba ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.

Karena desakan kedua sobat ini, Uwais al-Qorni hasilnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.

Setelah insiden itu, nama Uwais kembali karam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin angin ribut berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air maritim masuk ke dalam kapal dan menjadikan kapal semakin berat. Pada ketika itu, kami melihat seorang pria yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, kemudian kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melaksanakan salat di atas air.

Betapa terkejutnya kami melihat insiden itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami!” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, “Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,

“Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah!” katanya.
“Kami telah melakukannya.”
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!”

Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di bersahabat itu. Pada ketika itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan bahtera kami berikut isinya karam ke dasar laut.

Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “Tanya kami.

“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut yakni milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”

“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.

“Ya, “jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, kemudian berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, kemudian kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah. Anehnya, pada ketika dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke daerah pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.

Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika saya ikut mengurusi jenazahnya hingga saya pulang dari mengantarkan jenazahnya, kemudian saya bermaksud untuk kembali ke daerah penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah yakni orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus mayit dan pemakamannya, padahal Uwais yakni seorang fakir yang tak dihiraukan orang.

Sejak ia dimandikan hingga ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah bergotong-royong engkau wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak mempunyai apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka tiba dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka yakni para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus mayit dan pemakamannya. Baru ketika itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak populer di bumi tapi populer di langit.

Inilah keistimewaan Uwais dibanding orang kebanyakan lantaran kalau bersumpah demi Allah niscaya terkabul. Pada hari selesai zaman nanti ketika semua jago ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil biar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan nirwana tak ada yang ketinggalan karenanya.

Posting Komentar untuk "Sholawat Mohon Ampunan"